Senin, 21 Oktober 2013

cerpen - ayah


A  Y  A  H


kalau boleh memilih sebenarnya aku tidak ingin ketemu dia lagi. Melihat wajahnya yang semakin tua dan rambutnya yang semakin beruban mengingatkanku pada 10 tahun lalau yang benar benar kacau. Lebih dari kacau malah. Porak poranda mungkin. Ah, sama saja.
“ wiro “ lelaki yang ada di depanku mengawali perjumpaan dengan ramah. Aku pingin senyum sebenarnya. Sesimpul saja tapi entah kenapa bibirku sangat sulit di gerakkan.

Pandangan lelaki di depanku juga sudah berubah, redup, lemah, galau, tidak bengis, tidak culas, tidak sombong, tidak angkuh, tidak egois, dan menunjukkan aura kesepian yang menyiksa raga. Aku yakin mbak nita pasti meninggalkannya. Ia pasti tak kuat dengan kearogannya yang sulit di kendalikan.
“ wiro “ ia kembali mengucapkan sapaannya
“ ayah “ dan aku menjawab dengan kata kata yang terasa berat.
“ ayah sendiri? “
Lelaki di hadapanku . . . . . . . . ayah . . . . . . . . ia diam. Tak satu patah kata pun keluar dari mulutnya, matanya masih memandangiku dengan aura kerinduan yang amat sangat
“ maafkan ayah wiro “ dari mata itu tiba tiba mengalir dua tetes embun hangat. Ia menangis, ia menyesal, dan langsung bersimpuh di depan lututku.
“ maafkan ayah wiro “
Kalau boleh jujur sebenarnya aku benci pada ayah. Aku empet mengingat keegoisanya yang sudah kelewatan. Tapi melihat kondisinya yang seperti ini aku tidak tega. Aku segera mengangkatnya dari persimpuhannya
“ sudahlah ayah mendingan kita masuk. Ngga enak di lihat tetangga nangis di depan gerbang “

10 TAHUN LALU
Brok bok preng preng klontang kolntang tiueng ting bruokkk. Ayah marah besar. Matanya nyalak seperti anjing kelaparan. Gitarku ia banting bating, ia pukul pukul, ia rusak kayunya, dan ia patahkan senarnya hingga berserakan di mana mana. Aku tak tahu detik ini ada setan mana yang merasuk dalam tubuhnya, tapi yang pasti ayah marah besar gara gara aku main gitar
“ mau jadi apa kamu tiap hari gitaran terus “ suara ayah menggelegar hebat. Kalau di ukur pakai penimbang suara, aku yakin timbangannya pasti hancur.
“ ayah sudah capek capek nyari duit agar kau bisa sekolah arsitek. Tapi kamunya kayak gini, nanti siapa yang nerusin usaha ayah “
Aku diam, tak satu kecap bual pun keluar dari mulutku. Itu lebih baik. Kalau aku menjawab satu huruf saja ayah pasti semakin tak terkendali.
“ besok ada umptn di kampus ayah dulu “ suara ayah mulai merendah. Tidak meledak ledak, tidak culas, tidak bengis dan tidak menggelegar
“ kamu harus ikut. Kalau sampai ngga, awas aja. Fasilitasmu akan ayah tarik dan uang bulananmu tidak akan ayah kasih. Ngerti? “
Aku masih diam, dan ayah semakin geregetan
“ kalau ayah nanya JAWAB WIRO “
“ ngerti “
“ nech formulirnya “
Sejenak matanya menatap kertas cord yang ada di hadapanku. Ayah mengambilnya dan langsung merobeknya
“ kertas apaan ini?. Ngga berguna “
Ayah langsung pergi dan melemparkan serpihan kertas itu ke mukaku.




Beberapa hari kemudian.
PLAK. Satu tamparan keras mendarat di pipi mbak nita. Ayah yang melakukannya.
“ kamu itu guoblok. Sudah enak enak kuliah di arsitek malah keluar ngurusin duniamu yang taik itu. Ayah ngga habis pikir. Ngga kamu ngga wiro sama aja. Ngga bisa nyenengin ayah. Padahal itu kan demi masa depan kalian “
Detik ini aku sedang di kamar, ayah dan mbak nita di ruang keluarga. Kamar dan ruang keluarga sangat dekat, jadi aku bisa mendengar semua yang di katakan ayah.
“ ayah ngga mau tahu. Pokoknya besok kamu harus masuk dan nerusin kuliah. Kalau nggah lihat saja. Ayah akan tarik semua fasilitasmu. Dan uang saku tidak akan ayah kasih “
“ oke. Itu malah lebih baik. Toh nita bisa nyari duit sendiri “
“ kamu berani jawab “
“ ayah juga sech yang kelewatan “
Aku dan mbak nita mempunyai watak yang bertolak belakang. Mbak nita keras sedang aku cenderung kalem. Mbak nita nurun ayah sedang aku nurun ibu. Di situasi kacau yang seperti ini aku pingin ada ibu. Aku ingin curhat padanya, aku ingin berlindung padanya, dan aku ingin tidur di pangkuannya. Tapi tidak bisa. Ibu sudah lama pergi. Ia meninggal waktu umurku 13 tahun. Karena tekanan psikologis ayah.
“ dasar anak ngga tahu di untung. Di eman eman malah nglunjak “
“ eman ngga kayak gini ayah. Ini namanya pemaksaan. Sudah tahu dari dulu aku pingin model. Tapi ayah maksa terus sekolah arsitek. Nanti malah ngga nyambung ayah “
“ terserah, pokoknya kamu harus kuliah arsitek. Usaha ayah saat ini lagi maju majunya, nanti siap yang nerusin kalau bukan kau sama wiro “
“ nyari aja di tong sampah. Pasti bakalan ada. Aku dan wiro udah ngga bisa di harepin “
“ kamu itu memang ngga bisa menghargai kerja keras ayah. Apa gunanya ayah kerja siang malam kalau kamu dan wio ngga bisa di harepin “
“ susah ngomong sama orang tua yang egois. Di pikirannya yang ada keturutan terus. Pantesan ibu ninggal. Pasti ngga kuat ngadepin sifat ayah yang kayak gini “
“ kamu benar benar kurang ajar nita. Siapa yang ngajarin kamu membantah ayah “
“ AYAH “
PLAK. Mbak nita dan ayah terus adu mulut. Kesabaran ayah hilang, ia pun kembali menampar pipi mbak nita
“ ayah benar benar ngga punya perasaan “
Kakakku satu satunya itu langsung pergi sambil memegangi pipinya. Sakit banget. Aku dan mbak nita sangat bertolak belakang. Setiap ia di marahi ayah ia pasti akan menjawab. Ia tak mau kalah. Sedang aku diam saja, itu bukannya takut, tapi aku ogah berdebat dengan orang tua egois macam ayah.
Krieeek. Tiba tiba pintu kamar terbuka dan muncul ayah
“ wiro, gimana umptn kamu?. Sukses kan? “
“ gagal “
“ kok bisa?. Kamu itu kan otaknya pinter. Seperti ayah “
“ belum rezeki ayah “
“ tak masalah. Kamu ngga masuk UN tak masalah. Besok pagi kamu akan ayah daftarkan di kampus temen ayah. Kampusnya bonafid wiro “ kata kata ayah begitu ambisius. Ia tak perduli dengan perasaanku yang sedang tersiksa. Mungkin dulu tiap hari ibu mengalami seperti ini. Batinnya terus terus di siksa hingga akhirnya tak kuat menahan gempuran. Menurut mbok nah, pembantu yang sudah kerja di rumah ini sejak mbak nita kecil, ibu pingin membuat IRT dengan usaha roti dan cake. Tapi ayah tidak setuju, ayah malah memaksa ibu membantunya di perusahaanya arsitek-nya. Ibutidak bisa dan sering melakukan kesalahan. Ayah adalah tipe orang perfeksionis dan kompetitif, ambisinya besar dan tingkat kestresannya juga besar.. Maka dari itu setiap ibu melakukan kesalahan pasti menjadi pelampiasan. Kalau waktu itu ibu bisa membantah pasti semuanya tidak akan seperti ini. Tapi ibu diam, kalau di marahi diam, kalau di bentak bentak diam. Sama seperti aku.
“ ayah “
“ ya wiro “
“ wiro pingin sekolah musik, wiro tidak bisa di arsitek “
“ kamu ngomong apa barusan? “
“ terserah ayah mau melakukan apa ke wiro. Fasilitas di cabut, uang saku ngga di kasih. Silahkan. Pokonya wiro pingin di musik “
“ oke. Mulai detik jangan manggil ayah kalau kamu butuh apa apa. Kamu cari sendiri “
“ baik “
ayah langsung keluar dari kamarku dengan emosi yang meletup letup. Pintu kamar ia banting keras keras. BRUOOKKKK. Aku sedikit terkesiap.

Ayah benar benar membuktikan ucapannya kalau Ia tidak akan mengucurkan dana untukku. Waktu aku mendaftar ke sekolah music tidak ada sepserpun uang di kantongku. Tabungan, atm dan kartu kredit semua di blokir. Untuk mengatasi masalah terpaksa aku ngutang pada temen
“ anak bos kok ngutang. Kere kamu yach? “ begitulah komentarnya waktu aku mengeluhkan keuangan
“ please ini penting banget. Ayahku ngga setuju aku sekolah music. Makanya dia menutup keuanganku “
“ bapakmu gila ye. Buat apa nyari duit banyak banyak kalau bukan untuk anknya? “
“ entahlah “
“ butuh berapa? “
“ sejuta ada nggak? “
“ tapi cepetan balik ye? “
“ sip “

Hari pertama kuliah bener bener menyenangkan. Aku tidak bisa membayangkan kalau misalnya masuk arsitek, pasti sangat memusingkan. Hari ini aku senang sekali. Baru saja salah satu band terkenal memintaku untuk jadi additional players posisi gitaris. Dan sebagai permulaan mereka langsung membayar aku dengan sangat lumayan. Tanpa piker panjang aku langsung membayar hutang pada temenku waktu itu
“ tanks yach. Kalau ngga ada kamu ngga tahu musti dapet darimana “
“ oke sob. Lain kali kalau lu butuh bilang gue aja “
“ oke “

Jam lima sore aku pulang rumah untuk persiapan show nanti malam. Begitu pintu depan terbuka ayah sudah menyambutku di kursi tamu
“ pasti kamu ngga bisa sekolah music. Di kantongmu pasti ngga ada uang. Kamu itu ngga bisa mandiri tanpa ayah. Kamu itu mental mental nadah “ nada suara ayah begitu menyebalkan, di kiranya aku ini gembel jalanan yang suka minta minta pada orang dermawan.
“ terserah ayah mau bilang apa. Ngga akan ngefek “
Aku langsung meluncur ke kamarku tanpa memperdulikan orang tua egois itu.
“ aku yakin kamu ngga akan bertahan wiro. Beberapa hari lagi kamu pasti takluk di hadapan ayah “
KRIEEEEKKKK. Pintu depan tiba tiba terbuka. Itu pasti mbak nita, aku sangat yakin
“ hai anak tak tahu di untung. Dari mana aja kamu? “
Tuh kan bener. Nada ayah yang seperti itu pasti di tujukan kepada mbak nita.
“ bukan urusan ayah. Toh ayah sudah ngga ngurusin aku lagi “
“ pinter kamu yach sudah berani ngejawab ayah “
“ peduli setan. Oh yach, tadi siang aku dengar dari temenku wiro ngutang untuk bayar sekolah music “
“ itu urusan dia. Salah sendiri ngga nurut sama ayah “
“ ayah bener bener keterlaluan. Buat apa ayah nyari duit banyak banyak kalau bukan untuk anaknya. Toh kalau ayah mampus juga ngga akan di bawa ke liang kubur “
 “ kurang ajar “
Mendengar statement yang kayak gitu ayah marah besar. Kesabarannya sudah di ubun ubun, tangannya siap melayang dan mendarat di pipi mbak nita, tapi mbak nita berhasil menangkap
“ ayah jangan main tangan lagi. Cukup ibu yang mengalaminya, aku dan wiro ngga akan pernah. NGERTI. Ingat itu baik baik “
“ kamu bener bener anak ngga tahu di untung”
“ sama. Ayah juga orang tua ngga tahu di untung “
Perdebatan mereka masih terus berlanjut. Aku ngga perduli.

Makin hari makin banyak group band yang mengajakku jadi additional players, dan itu cukup menghasilkan materi. Lumayan untuk jajan dan bayar sekolah music. Beberapa hari sebelumnya ada salah satu band yang menawariku jadi personil, tapi ku tolak, aku lebih seneng kayak gini karena bisa mengenali berbagai macam karakter music.

Malam ini aku tengah manggung di rumah usahawan kaya raya. Penontonnya syahdu banget, mereka mendengarkan dengan penuh seksama, kata salah satu di antara mereka permainan gitarku sangat bagus, setara dengan dewa bujana dan tohpati, tapi bagiku itu sangat berlebihan.

Di salah satu sudut tiba tiba aku melihat sosok ayah, ia hadir di acara ini dan duduk di tribun nomor tiga dari depan. Sorot matanya penuh kebencian, aku yakin ia pasti marah besar melihatku seperti ini, dan itu terbukti begitu kami bersua saat acara selesai
“ kamu puas yach sudah mengecawakan ayah “

“ kalau kamu butuh duit bilang mbak wiro. Ayahmu payah sekarang. Ngga bias di andelin “
“ iya mbak “
“ utangmu gimana?. Udah lunas belum? “
“ udah “
“ kok bias?. Duit dari ,mana? “
“ manggung “
“ ouw. Bagus lah. Ya udah, mbak ngobyek dulu yach “
“ he-eh “
Mbak nita langsung beranjak meninggalkanku, menurut dia duit dari show dan pemotretan sangat menjajikan. Sekali tancep ia bisa dapat dua sampai lima juta, apalagi saat ini order mbak nita lagi rame ramenya, namanya sedang naik daun di dunia permodelan. Bagus lah.

Tiba tiba perutku terasa lapar. Dari tadi terus keroncongan. Aku segera ke meja makan, sesampainya di tujuan ada ayah di sana, ia juga makan, lahap sekali, aku langsung duduk di sebelahnya. Baru saja mengambil piring ayah sudah teriak memanggil mbok nah. Kenceng sekali
“ MBOK NAAAHHHH “
“ ya tuan “
Yang di panggil pun langsung datang
“ beresin tempat makan “
“ tapi mas wiro belum makan tuan “
“ BERESIN “ ayah membentak, mbok nah sedikit ketakutan.
“ bb b b b baik tuan “
Tak lama kemudian meja makan sudah bersih, mbok nah pun sudah kembali ke dapur
“ maksud ayah? “
“ pikir aja sendiri. Kamu kan udah bisa nyari uang sendiri. Masak nyari makan sendiri ngga bisa? “ suara ayah terdengar sinis, dan itu membuat emosiku langsung tersulut.
“ ayah bener bener kelewatan. Bener kata mbak nita. Ayah itu batu, lebih parah malah,  orang tua arogan, egois, maunya menang sendiri. Buat apa ayah nyari duit banyak banyak kalau Cuma untuk beginian. Toh kalau ayah mati paling paling di buat rebutan gembel jalanan “ kata kata ku mengalir bagai air bah. Selama ini aku diam bila di sakiti ayah, tapi hari ini tidak, semuanya langsung ku luapkan. Aku sudah tidak bisa membendung emosi di dadaku
“ kurang ajar kamu. Sekarang juga pergi dari rumah ini. Ayah ngga mau lagi lihat mukamu “
Dan selama ini pula aku sudah mempersiapkan diri untuk kata kata seperti ini. So aku tidak kaget
“ oke wiro pergi. Tapi suatu saat wiro yakin ayah akan menyesal dengan perbuatan ayah “
“ NAJIS. Ingat, pergi dari rumah ini jangan bawa apa apa, kecuali baju yang melekat di tubuhmu. Gitar butut itu juga duit ayah yang kamu pake “
“ oke. Siapa takut. Ayah bener bener kelewatan “



10 TAHUN KEMUDIAN
Detik ini aku dan ayah duduk berhadapan di ruang tamu rumahku. Rumah ini sangat mungil, 6X6 meter. Ku beli dari hasil usahaku yang menjual alat alat music. Sementara karir musikku terus berkembang dan menjadi besar. Band yang ku rintis dengan temanku juga mulai menampakkan tajinya.
“ ayah benar benar kesepian wiro. Dua tahun setelah kamu pergi nita di temukan mati overdosis di salah satu hotel. Nita bisa kencaduan narkoba karena ayah, tiap hari ia stress gara gara tengkar terus dengan ayah. Setelah kejadian itu ayah tahu ayah salah, ayah egois. Bener kata kamu, duit yang selama ini ayah dewa-kan tidak bisda membahagiakan ayah. Ayah bener bener kesepian wiro. Di rumah tidak ada siapa siapa, hanya ayah dan pembantu. Mbok nah pun juga pergi “
Aku diam saja, tak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutku, ayah sedikit ngga enak
“ wiro, maafkan ayah. Ayah yang salah, ayah egois, ayah arogan, kamu mau kan memaafkan ayah? “
“ sudahlah ayah jangan di ingat ingat. Setiap manusia pasti punya kesalahan. Sekarang yang ada di jalanin aja “
“ kamu ngga pingin pulang ke rumah wiro? “
“ rumah siapa? “
“ rumah ayah. Rumah kamu “
“ rumah wiro di sini ayah “
Ketika enak enaknya ngobrol, dari arah belakang tiba tiba muncul anak kecil melendet di punggungku. Putra. Anakku
“ ayah, kapan beli mainan tluck-nya? “
“ nanti sore sayang, eh sungkem dulu sama kakek “
Mata anakku langsung tertuju pada ayah
“ wiro, anak ini siapa? “
“ putra. Cucu ayah, ayo putra sungkem sama kakek “
Putra langsung menghampiri ayah dan menuruti kata kataku, dalam sekejap aku bisa melihat aura kebahagiaan di wajah ayah. Ayah segera menaruh putra di pangkuannya dan menciumi pipinya dengan sayang
“ anak ganteng namanya siapa? “
“ putla “
“ udah sekolah belum? “
“ udah. Playglup “
“ putra kalau besar mau jadi apa? “
“ alsitek “
DEG. Mendengar kata kata anakku barusan aku langsung merasakan aura kesedihan. Peristiwa  10 tahun lalu kemabli terngiang ngiang. Tapi aku segera mengalihkan topic
“ putra tidak punya ibu ayah “
“ maksudmu? “
“ dia pergi waktu nglahirin putra “
“ tragis “
Detik ini putra begitu anteng di pangkuan kakeknya, padahal biasanya ngga kayak gini.
“ kamu bener bener ngga mau pulang wiro? “ ayah kembali mengulangi pertanyaannya dengan lembut. Terdengar memelas
“ enggak ayah. Rumah wiro di sini, di tempat ini. Ayah kalau merasa kesepian ayah boleh kesini, ayah boleh ketemu cucu ayah, pintu rumah ini akan selalu terbuka untuk ayah “
“ mas wiro ada tamu tho?, tak bikinkan minum dulu yo? “ dari arah depan tiba tiba muncul mbok nah yang baru belanja dari pasar.
“ mbok nah “
“ tuan “
Mata mbok nah dan ayah saling bertatapan, mereka begitu terkejut dan sock
“ mbok nah kok di sini? “
“ iya tuan. Maafkan saya tuan waktu itu kabur dari rumah “
“ iya mbok nah, saya juga minta maaf, saya yang salah “
Mereka berdua saling berpelukan dan tersenyum cerah. Mbok nah bekerja dengan ayah semenjak mbak nita kecil, perempuan uzur itu sudah seperti keluarga di rumah kita dulu. Tapi yang pasti hari ini kau bisa tersenyum lega, ayah sudah berubah, ia sudah mau mengakui kesalahannya, dan semua kepahitan ini akhirnya berubah manis.

23 – 04 – 2011

Gunung Ranti 2.601 MDPL - hiking with PGJ (pendaki gunung jember)

puncak ranti 2.601 mdpl Gunung ranti adalah pendakian ketiga gue setelah semeru dan ijen, kali ini benar benar istimewa, karena ram...