KAU CANTIK TAPI TAK
MENARIK
Dedaunan
kering yang merangas lepas dari rantingnya, ia terbang di ombang ambing angin.
Tak berguna, tak berharga, dan jatuh ke tanah menjadi sampah. Setelah itu akan
di bakar dan mencipta asap pembuat pengap. Seperti itulah hidupku, tak berguna,
tak berharga, dan tak punya arti lagi bagi suami. Mas wiryo pergi dan menjalani
hidup baru dengan perempuan lain. Aku tak tahu harus bagaimana, ini benar benar
menyedihkan.
Sepuluh
tahun lalu ibu mengenalkanku pada mas wiryo dengan bangga. Aku masih ingat kata
katanya
“
canting, ini namanya wiryo sukandar. Dia asisten ibu di toko, orangnya rajin,
pengertian, dan ganteng sekali. Kalau kamu menikah dengannya ngga akan rugi
deh, hidupmu pasti akan sangat bahagia. Dia pintar masak lho “ nada suara ibu
seperti tukang sales yang memperkenalkan barangnya dari rumah ke rumah. Tapi
waktu itu aku tidak tertarik. Aku baru lulus kuliah dan ingin kerja dulu.
Selepas
bapak meninggal ibu mendirikan toko di depan rumah, di sana menjual berbagai
kebutuhan seperti sabun, minyak, gula, beras, dan lain sebagainya, mas wiryo
sukandar lah yang membantu ibu. Ia bekerja di toko kami sudah lima tahun, maka
dari itu ibu benar benar respeck dengannya.
Singkat
cerita setelah terbuai dengan kata kata ibu dan sejuta rayuan serta permintaan,
aku pun luluh
“
ibu sudah tuah pingin sekali punya cucu. Mumpung ibu masih ada umur cepatlah
menikah. Apa susahnya tho tinggal bilang iya. Wiryo juga sudah mantep milih
kamu. Cepatlah menikah canting, nanti kalau kamu jadi perempuan tua bagaimana?,
nanti kalau ibu pergi duluan bagaimana? “
Akhirnya
aku pun menikah dengan mas wiryo. Tapi yang membuat aneh, dalam hatiku sama
sekali tidak ada rasa cinta, yang ada hanya rasa bahwa mas wiryo adalah
suamiku, hanya sebatas itu. Seingatku saat remaja dulu, saat teman teman bergenit
genit dengan para pria aku tidak seperti mereka. Aku selalu apatis bila ada
kawan pria menyatakan cinta, bahkan sampai saat ini. Pernah suatu hari mas wiryo
mendekatiku dengan mesra
“
sayang, malam ini indah sekali, kita hanya berdua . . . . “
“
ngomong apa sech mas “ aku langsung memotong dengan ketus. Sekilas ada
kekecewaan di wajahnya
“
geli aku ngedengernya, ngga usah sayang sayangan, panggil aja canting “
Mas
wiryo memang romantic, tapi aku tidak cuek. Dan itu yang membedakan kita.
Sampai
pada suatu ketika aku di terima kerja di sebuah EO ternama. Aku di tempatkan di
bagian HUMAS dan di tuntut untuk tampil modis dengan baju baju seksi. Untuk
menarik pelanggan kata management. Mas wiryo protes suatu hari
“
ih, bajunya kayak orang kere, kayak kekurangan bahan aja. Mini banget, kamu
ngga pantes sayang “
“
ini tuntutan kerjaan mas, toh kalau udah di rumah aku juga pake yang longgar
longgar “
“
tapi sayang . . . . “
“
udahlah mas biarin aja, namanya juga nyari duit. Dan ingat, panggil aku
canting, jangan sayang. Geli aku “
Di
setiap perdebatan mas wiryo selalu kalah dariku, ia memang tipe lelaki tak
banyak omong.
Setahun
kemudian aku melahirkan bayi mungil. Ibu senang sekali, akhirnya menimang cucu.
Anakku lahir perempuan dan di beri nama nada oleh mas wiryo. Simpel sekali,
cukup nada, tidak ada embel embel lain.
Tapi
setahun kemudiannya lagi kesedihan menimpa keluarga ini. Ibu pergi karena
penyakit kanker yang selama ini di idapnya. Setelah itu pengelolaan toko di
serahkan pada mas wiryo.
“
sayang . . . . “ suatu hari mas wiryo berkata padaku
“
canting “
“
Sayang . . . “ mas wiryo tetap kukuh dengan panggilannya
“
terserah lah mas, ada apa? “
“
mulai besok ajukanlah pengunduran diri dari kantormu. Aku ingin kau menjadi ibu
rumah tangga yang baik. Sejak ibu meninggal tidak ada yang mengurus nada,
kasihan dia. Yang kerja biar aku saja “
“
tidak bisa mas, kerjaan lagi sibuk sibuknya. Ngga bisa di tinggal. Takutnya
nanti belum tentu bener kalu di ganti orang lain “
“
tapi sayang . . . “
“
tidak mas wiryo, aku tidak bisa “
Sekali
lagi mas wiryo kalah debat dengan diriku.
Keesokan
harinya pagi pagi sekali tepat pukul 05:00 wib aku sudah berangkat kerja dengan
baju seksi dari kantor
“
pagi pagi kok rapi sekali sayang? “
“
ada urusan penting di kantor. Takut ngga selesai kalau ngga berangkat sekarang
“
“
ini masih subuh. Matahari aja belum muncul. Udah sholat belum? “
“
nanti di kantor aja “
“
pagi pagi kayak gini pasti belum ada orang di kantor, kamu masak dulu gih. Perasaan
selama kita menikah denganmu aku belum pernah makan hasil karyamu “
“
kamu kan bisa masak sendiri mas “
“
kata temen temenku masakan istri tuh lebih enak walapun tak enak ak . . . “
“
sudahlah mas ngga usah manja. Aku berangkat dulu yach. Asalamualaikum “
“
walaikumsalam “
Dua
hari kemudian
“
sayang, nada besok terima rapot. Kemarin nada bawa surat edaran. Wali murid di
minta menemui wali kelas, kamu yach yang besok kesana “
“
sibuk mas, besok ada acara besar di Surabaya. Aku tak bisa. Mas aja yang ke
sekolah “
“
kamu kan bisa menyempatkan waktu satu jam dua jam sayang. Masak dari dulu aku
terus yang kesana. Wali kelas nada kan juga pingin tahu ibunya kayak apa “
“
ya kayak orang lah. Pokoknya aku ngga bisa, aku sibuk mas wiryo “
“
baiklah “
Begitulah
kehidupanku setiap hari, selalu sibuk dengan pekerjaan. Berangkat pagi pulang
malam. Tidak ada waktu untuk keluarga sedetik pun. Tapi yang membuat aneh mas
wiryo tak pernah mengeluh dengan rutinitasku, malah cenderung nurut walau ada
sedikit kekecewaan. Aku tahu mas wiryo menginginkan aku menjadi ibu rumah
tangga seutuhnya. Materi dari hasil toko depan juga sudah cukup. Tapi aku tidak
bisa menurutinya, entah kenapa. Berkali kali suamiku mengungkapkan itu padaku,
dan berkali kali pula aku menolaknya.
Jam
Sembilan malam aku pulang dari kantor. Rumah sepi, toko sudah tutup dan nada
sudah tidur. Mas wiryo sedang di meja makan. Kepalanya terayun ayun menahan
kantuk, aku segera menghampiri
“
belum tidur mas? “
Mas
wiryo bangun dengan tergeragap, sebuah senyuman tersungging di bibirnya, manis
sekali, benar kata ibu, suamiku ini memang ganteng sekali.
“
kau sudah pulang sayang “
Mas
wiryo menghampiri dan mendudukkanku di atas kursi meja makan. Aku baru sadar
ternyata ada yang beda malam ini. Di depan mata tersaji berbagai makanan
favoritku. Soto ayam, krupuk udang, dan kolak pisang. Suasana semakin romantic
dengan adanya lilin di tengah tengah meja, apalagi lampu ruangan sudah mas
wiryo matikan
“
ada apa ini mas? “
“
kamu lupa?. Hari ini Sembilan tahun pernikahan kita. Aku sudah menyiapkan sejak
dari siang. Aku bela belain tutup toko lho untuk masak semua ini “
“
mas wiryo kenapa repot repot? “
“
ini demi kita sayang, ayo kita makan bersama mumpung masih anget dan nada sudah
tidur “
Mas
wiryo memang tercipta sebagai manusia bersikap romantic, sedangkan aku cuek
“
perutku sudah kenyang mas, tadi aku sudah makan di kantin kantor “
“
tapi sayang, makanlah sesendok saja “
“
tidak mas wiryo, aku sudah kenyang “
Dalam
sekejap aura kekecewaan tersirat jelas di wajahnya, tapi mau bagaimana lagi,
perutku benar benar kenyang.
Beberapa
jam kemudian di atas ranjang. Sedari tadi mas wiryo terus mencolek colek
pinggangku, tatapan genit juga terpancar dari matanya, aku paham maksud suamiku
itu
“
aku capek mas, biarkan aku istirahat dulu Besok pagi harus berangkat ke kantor
menemui klien “
“
kita sudah dua bulan tidak melakukan hal ini sayang “
“
aku sudah capek mas, mataku berat sekali “
“
tapi sayang . . . . “
“
tidurlah mas “
Beberapa
hari kemudian saat aku pulang kantor aku mendapati rumah Nampak sepi. Hari ini
musim libur sekolah. Anakku mengisi liburannya
di kampong halaman nenekku, nenek buyutnya. Mas wiryo tak ada,
masakannya juga tak ada. Yang ada hanya sunyi senyap memerangkap. Kemana mas
wiryo?, jarang jarang dia keluar tanpa pamit. Ah sudahlah, paling mengunjungi
temannya.
Seminggu
kemudian aku juga mendapati hal yang sama. Mas wiryo tetap tak ada di rumah.
Kemanakah perginya?.
Hari minggu pagi saat libur kantor aku belanja sayur
pada abang sayur depan rumah, aku mendengar bisik bisik ibu komplek yang tak
enak.
“
eh ibu ibu, denger berita baru nggak?, katanya pak wiryo kabur dari rumah “
“
oh yach? “
“
dia selingkuh sama perempuan lain. Benar benar bodoh “
“
iya. Pak wiryo itu memang bodoh. Istri cantik, duitnya banyak, hidup mapan.
Kurang apa coba? “
“
iya iya “
Walaupun
mereka bisik bisik tapi aku dapat mendengar dengan jelas. Mas wiryo tak mungkin
melakukan hal itu, ia sangat sayang padaku juga pada nada. Jadi mas wiryo tak
mungkin selingkuh.
Sampai
pada usatu ketika datanglah tukang pos ke rumah. Ia membawa surat dari mas
wiryo. Begitu ku baca isinya aku benar benar sock. Apa yang di perbincankan ibu
ibu itu benar. Mas wiryo selingkuh.
Sayang . . . eh maaf,
kau selalu geli bila aku memanggilmu dengan kata itu. Canting, maafkan aku. Aku
salah pergi dari rumah meninggalkanmu, pergi meninggalkan nada, dan pergi
meninggalkan semua cerita yang pernah terjadi antara kita. Setelah sekian lama
bersama, sepertinya kita memang tidak berjodoh. Jalan inilah yang seharusnya
terjadi, kita berpisah. Aku dan dirimu adalah dua karkter bertolak belakang.
Canting, dari awal saat pertama kita di ikat dalam
pernikahan aku menginginkan hubungan romantic, tapi kamu tidak. Aku ingin kau berada
di dalam rumah, tapi kau memaksa di luar rumah. Jujur canting, sebenarnya aku
masih mencintaimu, aku berharap suatu saat kau akan berubah dan menuruti kata
kataku. Tapi sepertinya harapanku akan sia sia. Setiap hari kau selalu sibuk
dan sibuk, pergi pagi pulang malam, dan itu terus terjadi hingga Sembilan tahun
pernikahan kita. Aku tak butuh banyak dirimu, hanya perhatian. Sepertinya aku
ini hanya bantal guling saat kau tidur, sepertinya aku ini hanya restoran elit
saat kau lapar, dan sepertinya aku ini hanya baby sister saat anak kita
merengek dan menangis. Rumah tangga tidak seperti ini canting. Ini adalah
permainan sandiwara. Seperti itulah rumah tangga kita.
Mungkin benar kata ibumu, kau adalah seseorang berwatak
keras. Untuk memimpinmu dalam rumah tangga juga harus menggunakan cara keras.
Tapi aku lembut. Aku tidak bisa keras, dan akhirnya aku hanya nurut saat kau
ingin begini dan begitu.
Canting, maafkan aku. Kau cantik tapi tak menarik. Apa
yang ku inginkan tak ada pada dirimu, apa yang tak kau punya ada pada orang
lain. SINTA. Dan itu ada pada dirinya. Kau pasti tahu dia. Dia tetangga sebelah
kita yang seorang janda ia di tinggal mati suaminya 10 tahun lalu. Dia bisa
memahamiku, dia selalu ada saat kau tak ada, dan apa yang ku inginkan ada
padanya. Maafkan aku canting, aku pergi meninggalkanmu bersamanya. Mulai saat
ini kita bukan lagi suami istri, aku menjatuhkan talak tiga padamu. Maafkan aku
canting.
WIRYO SUKANDAR.
Aku
tak tahu harus bagaimana. Mas wiryo benar, dan aku salah. Aku terlalu sibuk
hingga mengabaikan keberadaannya. Tiba tiba air mataku menetes, aku benar benar
kehilangan.
Di kebun depan, dedaunan kering yang
merangas lepas dari rantingnya, ia terbang di ombang ambing angin. Tak berguna,
tak berharga, dan jatuh ke tanah menjadi sampah. Setelah itu akan di bakar dan
mencipta asap pembuat pengap. Seperti itulah hidupku, tak berguna, tak
berharga, dan tak punya arti lagi bagi suami. Mas wiryo pergi dan menjalani
hidup baru dengan perempuan lain. Aku tak tahu harus bagaimana, ini benar benar
menyedihkan. Maafkan aku mas wiryo.
Ramadhan
– pomosda, 25/08/11